Vita adalah anak yang cerdas dan cantik. Sayangnya, pada usianya yang keenam ini, ia mempunyai sifat yang kurang menyenangkan. Kalau sudah punya keinginan tertentu, Vita selalu memaksa agar kemauannya segera terpenuhi. Vita, misalnya, tidak dapat menahan diri untuk segera memperoleh boneka cantik yang dilihatnya di rumah saudaranya. Selama ia tidak dapat memperoleh boneka itu, selama itu ia mengamuk, menjerit, memaki, dan merusak barang di sekitarnya.
Sifat tidak dapat menahan diri ini ternyata dikembangkan Vita sejak awal tahun-tahun kehidupannya. Ketika kecil, Vita sering sakit. Karena itu, orangtua cenderung memenuhi keinginannya dengan maksud agar Vita cepat pulih dari sakitnya itu. Beberapa saat kemudian, Vita mulai memahami bahwa orang di sekitarnya akan ketakutan bila ia mengamuk. Pada usia dua tahun, Vita sering menjerit sampai seluruh wajah tampak membiru, atau bertingkah seolah ingin muntah, bila ada yang kurang berkenan di hatinya. Orangtua biasanya akan tergopoh-gopoh melayani dan memenuhi keinginannya.
Apakah sebenarnya yang Vita alami? Bagaimanakah seharusnya orangtua menghadapinya? Pertanyaan penting ini perlu kita bahas agar kita memiliki kesempatan mengoreksi anak-anak kita sebelum terlambat.
Kemampuan Mengendalikan Diri
Masalah Vita merupakan persoalan pengendalian diri. Vita tidak terlatih untuk menunda keinginan dan bertahan terhadap perasaan frustrasi. Padahal sebetulnya penundaan keinginan dan kemampuan menahan diri atas godaan merupakan salah satu karakteristik kematangan kepribadian. Selain itu, kemampuan pengendalian diri juga berakibat pada pertumbuhan kepercayaan diri. Bila Vita tidak mampu mengendalikan diri, relasinya dengan teman dan guru bisa mendatangkan masalah. Ketidakmampuan menunda keinginan dan memohon pertolongan dengan wajar dan baik akan membuat Vita dijauhi lingkungan pergaulannya. Pada titik ini, besar kemungkinan Vita merasa terkucil, lalu merasa dirinya buruk dan dan tidak pantas berada di antara teman-temannya.
Alkitab memandang penguasaan diri sebagai sifat pribadi yang berharga. Amsal Salomo 16:32 menyatakan, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota.” Dengan demikian, kita perlu memperhatikan bagaimana penguasaan diri kita saat berelasi dan mendidik anak kita.
Bagaimanakah sebenarnya pengendalian diri dapat diperkenalkan kepada anak? Anak yang masih sangat muda tentu tidak langsung dapat mengendalikan dirinya. Ia perlu belajar tahap demi tahap, pertama-tama dengan bantuan orangtuanya, yakni melalui perlakuan orangtua tatkala ia lepas kontrol, maupun pada saat ia sedang berusaha mengendalikan dirinya.
Salah satu hal yang perlu orangtua perhatikan adalah bahwa kita perlu membedakan antara perilaku mengendalikan diri dengan perilaku menekan dan menyembunyikan perasaan. Mengendalikan diri dapat diibaratkan sebagai seorang penakluk kuda liar yang berhasil membuat kudanya menuruti keinginan sang penakluk. Emosi dan perilaku yang belum dikuasai ibarat kuda liar. Ketika emosi berhasil dilatih untuk dikuasai, emosi tersebut masih memiliki kekuatan besar, namun kekuatan itu sekarang dapat diarahkan dan disalurkan secara lebih tepat. Sebaliknya, menekan dan menyembunyikan perasaan hanya akan membuat emosi kita meledak tak terkendali ketika kita tidak lagi mampu menahannya lagi. Jadi, seharusnyalah emosi mempunyai tempat ekspresi yang nyaman, sehingga dapat dikuasai lebih mudah.
Hal lain yang perlu orangtua perhatikan adalah bahwa anak telah dapat memanipulasi orangtuanya dan belajar memaksakan kehendaknya di usia yang sangat muda. Pada saat itu pula kita perlu membantu mereka mengendalikan diri. Terlambatnya orangtua mengendalikan anaknya sejak awal akan berakibat anak mengalami kesulitan lebih besar mengontrol diri nantinya.
Karena kita perlu mengendalikan anak sejak mereka masih sangat muda, kita juga perlu membedakan antara tingkah laku anak sebagai akibat kurang terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikologis, dengan tingkah laku anak yang sengaja menentang atau memaksakan kehendak. Anak yang lapar, mengantuk, atau kekurangan perhatian akan bertingkah seolah lepas kendali. Adalah kewajiban orangtua untuk memuaskan kebutuhan fisik dan psikologis anak. Bila orangtua memaksa anak untuk tunduk dan menguasai tingkah lakunya pada saat-saat demikian, anak kemungkinan akan terluka batinnya.
Sebaliknya, kesengajaan anak untuk memanipulasi orangtua untuk memenuhi keinginan kekanak-kanakannya perlu memperoleh tanggapan yang memadai dari orangtua. Ada berbagai cara yang orangtua dapat pakai untuk menanggapi mereka. Tepat tidaknya cara orangtua mengendalikan anak dan mengembangkan kemampuan pengendalian diri mereka bergantung pada kondisi anak, tingkat kematangan usia anak, dan juga contoh-teladan orangtua sendiri.
Tahapan Usia Perkembangan
Sesuai dengan tahapan perkembangan usia anak, kemampuan anak belajar mengendalikan dirinya juga semakin besar dari waktu ke waktu. Namun kemampuan ini hanya berkembang baik bila orangtua bersedia menyediakan waktu mendidik anaknya mengendalikan diri. Berikut beberapa ide yang orangtua dapat terapkan untuk membantu anak mengendalikan diri sesuai dengan usia perkembangannya.
Sejak lahir hingga usia 9 bulan:
Bayi yang baru lahir belum mengenali dirinya yang terpisah dan berbeda dengan lingkungannya. Apa yang ia lakukan lebih banyak berupa refleks naluriah. Kesadaran akan dirinya mulai muncul ketika bayi mulai menginjak usia 3 bulan. Ia pun semakin pandai menggunakan tangisnya agar orang lain membantunya merasa nyaman. Yang bisa orangtua lakukan pada saat-saat seperti ini adalah menenangkannya dengan kata-kata lembut, serta menjadikan jadwal minum susu dan buang air besar dan kecil sebagai suatu rutinitas. Sangat penting bagi orangtua untuk mengendalikan emosinya sendiri tatkala tugas mengasuh anak menjadi beban yang melelahkan. Stres dan kegelisahan orangtua mempengaruhi anak pada usia ini dan membuat mereka gelisah.
Usia 10 bulan hingga 2 tahun:
Pada usia ini, rentang memori anak masih terbatas. Artinya, anak mudah lupa dan mudah teralih perhatiannya. Kelemahan ini dapat kita manfaatkan sebagai bahan latihan mengendalikan perilaku anak. Bila anak menangis keras, kita memiliki pilihan untuk tidak menanggapi tangisan itu, dan segera memberi pujian dan penghargaan ketika anak tidak melanjutkan rengekannya. Cara lain adalah kita mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang lebih bermanfaat, namun menyenangkan.
Pada usia menjelang 2 tahun, kita telah dapat menggunakan cara time-out, misalnya dengan memintanya berdiri 2-3 menit di suatu pojok tertentu, ketika anak tampak tidak dapat menguasai kemarahannya.
Kita juga dapat membantu menyebutkan perasaan-perasaan anak dan perasaan kita sendiri, sehingga anak lebih cepat mengenali perasaan dan dengan demikian lebih cepat pula mengendalikannya.
Usia 3 hingga 5 tahun:
Orangtua masih dapat menggunakan cara time-out, namun dengan waktu yang lebih panjang. Sebaliknya, orangtua tidak boleh melupakan untuk memberi pujian ketika anak dapat mengendalikan diri pada situasi yang membuat frustrasi.
Sejalan dengan semakin baiknya bahasa lisan anak, seyogyanya juga semakin banyak kata-kata pemahaman dan penerimaan ekspresi emosi yang kita lontarkan. Anak yang nyaman mengakui perasaannya, sekalipun perasaan itu negatif, akan lebih mampu pula mengendalikannya. Selain itu, kita juga perlu memberi alternatif anak mengekspresikan perasaan negatifnya dengan cara yang lebih dapat diterima. Misalnya saja dengan memberikan kertas yang dapat dicoret apa pun juga, atau juga melontarkan rasa frustrasi dan ketidakpuasan lewat kata-kata verbal.
Cerita tokoh Alkitab dan contoh kehidupan nyata juga dapat membantu anak mengimajinasikan perilaku pengendalian diri dan konsekuensi yang kita akan hadapi sesuai dengan apa yang kita lakukan. Selain itu, kita juga perlu ajarkan tentang hal yang lebih berharga yang bisa kita peroleh bila kita mau menanti lebih lama dan menahan godaan lebih banyak.
Usia 6 hingga masa pra remaja:
Ketika anak memasuki Sekolah Dasar, ia memiliki banyak kesempatan berelasi dengan orang lain. Orangtua dapat mengarahkan anak usia ini, antara lain dengan memberi kesempatan anak mengetahui perasaan orang lain ketika terjadi benturan. Setelah itu, orangtua juga perlu mengajarkan soal kepantasan ekspresi emosi, serta memberi contoh bagaimana menyatakan suatu permintaan secara wajar dan baik.
Belajar menabung, menemani anak bermain dan memberi tanggapan ketika mereka kalah dalam permainan, juga berlatih musik dan berolah raga, adalah beberapa alternatif cara yang dapat kita terapkan untuk melatih anak mengendalikan dirinya.
Usia remaja:
Umumnya bila anak terlatih mengendalikan diri sejak kecil, ia akan tampak lebih stabil pada usia remaja. Meskipun demikian, anak pada masa ini akan mengalami gejolak emosi melebihi masa sebelumnya karena aktifnya hormon-hormon seksual. Anak akan lebih dapat mengendalikan diri bila orangtua memahami apa yang sedang mereka alami. Orangtua perlu lebih berperan sebagai sahabat yang mendampingi anaknya menghadapi masa-masa sulit mereka. Bila orangtua dapat menampung unek-unek mereka tanpa menilai negatif diri mereka, mereka pun akan lebih percaya diri dalam menghadapi diri mereka sendiri.
Sebagai catatan tambahan, sangat penting bagi anak pada usia berapa pun untuk dapat melihat orangtua yang mampu mengendalikan diri dalam kesehariannya. Bila sekali waktu orangtua lepas kendali, anak perlu melihat contoh orangtua yang rela mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Kesediaan orangtua meluangkan waktu dan memeras pikiran untuk membantu anak mengendalikan dirinya akan sangat berguna bagi kesejahteraan anak di kemudian hari. Anak tumbuh lebih percaya diri dan lebih bebas berkiprah. Anak pun memahami batasan-batasan dan mampu mengendalikan diri untuk tidak melampaui batas tersebut.
Oleh: Heman Elia, M.Psi