Beberapa tahun yang lalu, Keluarga “BIK Sahabat Kristus” mengadakan petualangan keluarga dalam rangka menghayati pelajaran dari Kitab Bilangan. Bersama dengan orangtua, anak-anak mengikuti petunjuk-petunjuk panitia untuk pergi ke suatu tempat yang misterius dengan menggunakan busway. Perjalanan panjang yang melelahkan itu harus mereka lalui dengan tanpa mengeluh. Sampai pada “akhirnya” mereka tiba di kebun binatang Ragunan. Betapa leganya semua orang yang tiba pada pos tersebut. Beberapa dari mereka berkata: “Akhirnya……” Tapi mereka salah. Itu bukan akhir dari perjalanan. Perjalanan Belum Selesai. Mereka masih diberikan seperangkat petunjuk-petunjuk selanjutnya untuk menempuh perjalanan mengelilingi kebun binatang Ragunan, sampai semua berkumpul di suatu lapangan rumput untuk melakukan aktifitas bersama.
Ketika Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid: “Jadi percayakah kalian sekarang?” , terjemahan yang lebih baik sebenarnya: “Apakah benar kalian sudah percaya?” Tuhan Yesus hendak mengatakan bahwa apa yang mereka anggap “percaya” saat itu sebenarnya belum mencapai apa yang Tuhan maksudkan. Perjalanan iman mereka belum selesai sampai di situ. Murid-murid harus melalui serangkaian penderitaan yang menguji iman “percaya” mereka.
Kita seringkali sudah merasa puas dengan pertumbuhan iman keluarga kita. Anak-anak sudah dibaptis, rajin sekolah minggu, menjadi teladan di sekolah dan di dalam lingkungan di mana mereka berada. Keluarga sudah melayani bersama-sama dan banyak berkat rohani sudah dialami oleh keluarga. Kita merasa perjalanan iman “percaya” kita sudah mencapai harapan setiap keluarga Kristen. Apakah benar demikian?
“Klimaks dari perjalanan iman percaya adalah pada bukit Golgota.” Klimaks inkarnasi adalah salib; klimaks “Ucapan berbahagia dari kotbah di bukit adalah penganiayaan”; klimaks gereja mula-mula adalah “menjadi martir.” Jadi, kapankah perjalanan iman percaya keluarga kita berakhir? Sebelum iman kita dan iman anak-anak kita mengalami pengujian, kita tidak dapat mengatakan “sudah selesai.” Apakah anak-anak kita memang sudah percaya kepada Kristus, bahkan ketika mereka mengalami pertentangan dan kesulitan?
Melalui sensus dan data statistik yang diadakan di British dan Amerika, dengan menggunakan definisi umum dari “percaya” saja, ditemukan penurunan sebanyak 10% dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun.[1] Belum lagi dengan menggunakan definisi “percaya” yang dimaksudkan oleh Yesus di Yohanes 16:31 ini.
Dorothy Patterson mengingatkan,
Orangtua yang melayani tidak bisa beranggapan jika anaknya selalu datang ke gereja setiap kali pintu gereja dibuka, dan memiliki altar keluarga yang konsisten berarti mereka sudah memberikan latihan rohani yang cukup di dalam masa-masa yang sulit ini.[2]
Lebih jauh lagi Patterson menjelaskan bahwa orangtua tidak bisa menjamin keputusan iman anak ketika mereka sudah dewasa. Tidak ada formula khusus, langkah demi langkah cara menanamkan iman kepada anak. Yang orangtua dapat lakukan adalah dengan setia mengajarkan prinsip-prinsip kebenaran Alkitab di dalam segala aspek kehidupan anak-anak. Memperlengkapi anak-anak secara rohani, emosi, fisik, mental, dan intelektual untuk mengarungi perjalanan panjang yang sulit di masa dewasa.[3]
Tim Kimmel memberikan peringatan kepada orangtua untuk tidak mendidik anak berdasarkan rasa takut (fear-based), melainkan berdasarkan anugerah (grace-based). Dia menulis,
Kalimat yang saya sering dengar dari orangtua adalah “saya takut terhadap…” Ketika saya melihat bagaimana keluarga Kristen Injili membentuk keluarganya, saya menemukan rasa takut di belakang kendali orangtua terhadap anaknya.[4]
Kristus mengajarkan orang percaya untuk tidak hidup dalam roh ketakutan, melainkan dalam roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban (2 Tim 1:7).
Jika pada hari ini anda sedang galau melihat pertumbuhan iman anak-anak anda, ingatlah bahwa iman adalah anugerah. Tugas kita sebagai orangtua adalah menabur, memupuki, memperlengkapi anak-anak. Namun, yang menumbuhkan iman dan memeliharanya hanyalah Roh Kudus.
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu jangan ada orang yang memegahkan diri (Ef 2:8-9).
Ketika anak saya yang sudah dewasa menyatakan keinginannya untuk melayani anak-anak “gank” di sebuah area yang rawan, secara manusiawi saya merasa takut. Saya takut anak saya celaka, tertembak, atau terjerat di dalam sistem kehidupan masyarakat yang jahat di sana. Namun, saya diingatkan kembali bahwa tugas saya sebagai orangtua adalah memperlengkapi dia untuk menempuh jalan ini. Jalan yang diputuskannya di dalam iman percaya kepada Allah, bukan yang orangtua putuskan baginya. Jalan ini mungkin tidak mudah dan tidak nyaman, namun justru di dalam semuanya ini dia akan belajar apa arti “percaya” yang sesungguhnya. Saya menyadari bahwa Perjalanan Iman anak saya Belum Selesai. Perjalanan tidak berakhir di kolam baptisan, atau universitas Kristen. Tidak juga berakhir di podium paduan suara gereja, atau ladang misi di Afrika. Perjalanan iman orangtua pun belum selesai. Apakah kita tetap setia sampai usia lanjut, ketika kekuatan mulai lemah, kesehatan merosot, apakah kita tetap setia? Perjalanan Iman terus berlangsung sampai kita semua berhadapan dengan wajah Kristus. Setelah melewati segala ujian iman, akankah Kristus berkata: “Marilah hambaku yang setia….”
Sumber
Kimmel, Tim. Grace Based Parenting. Nashville: Thomas Nelson, 2004.
Netxtra. “Religion and Belief: Some Surveys and Statistics.” no. 4 April (2015). Accessed 4 April 2015, https://humanism.org.uk/campaigns/religion-and-belief-some-surveys-and-statistics/.p
Patterson, Dorothy Kelley, and Armour Patterson. A Handbook for Parents in Ministry: Training up a Child While Answering the Call. Nashville: Broadman & Holman, 2004.
Oleh: Junianawaty Suhendra, Ph.D.
[1]Netxtra, “Religion and Belief: Some Surveys and Statistics,” no. 4 April British Humanist Association, 2015); Accesed 4 April 2015, https://humanism.org.uk/campaigns/religion-and-belief-some-surveys-and-statistics/; ibid.
[2]Dorothy Kelley Patterson and Armour Patterson, A Handbook for Parents in Ministry: Training up a Child While Answering the Call (Nashville: Broadman & Holman, 2004), 32.
[3]Ibid., 33.
[4]Tim Kimmel, Grace Based Parenting (Nashville: Thomas Nelson, 2004), 14.