”Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tanganMu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:” Mazmur 8:5-7.
Hari demi hari hubungan antara manusia semakin hubungan ‘fungsional’ daripada ‘relasional’. Istri menghargai suami jikalau suami menjalankan fungsinya sebagai suami yang memberikan nafkah, melindungi anak-anak dan dirinya sendiri. Suami menghargai istri jika istri berfungsi menata rumah tangga dengan baik, mengasuh anak-anak dan memuaskan kebutuhan seksualnya.
Pembicaraan di dalam keluargapun lebih ke arah ‘fungsional’ daripada ‘relasional’. Kita lebih banyak mendengar dan mengucapkan kalimat: “Sudah selesai, belum?”, “sudah dikerjakan?”, “sudah dibetulkan belum?”, “kenapa ini masih berantakan?”, “kapan genteng dibetulkan?”, “kapan kamu bisa memuaskan saya?”, dll. Sedangkan kalimat berikut jarang di dengar: “aku bersyukur karena Tuhan memberikan kamu untuk saya”, “senangnya melihat kamu lagi hari ini”, “aku senang sekali kita bisa ngobrol-ngobrol seperti ini”, “apa yang membuat kamu nampak khawatir hari ini?”, dll.
Peralihan penghargaan manusia dari “relasional” kepada “fungsional” membuat kita lupa “APAKAH MANUSIA?”
Kita semua tanpa kecuali, adalah manusia yang tidak ada harganya di mata Allah. Alkitab mengatakan kita seperti debu, seperti bunga rumput. Tapi, Alkitab juga mengatakan bahwa manusia seperti itu dihargai oleh Allah dengan diberikan identitas yang melebihi dari kondisinya: “membuatnya hamper sama seperti Allah”. Allah “mengindahkan”. Perhatian Allah kepada manusia bersifat personal dan mendasar. Allah memberikan perhatian/mengindahkan sampai memberikan AnakNya yang Tunggal untuk mati dan menyelamatkan kita; Allah memberikan mahkota yang tidak layak kita terima; Allah memberikan kuasa yang sebenarnya dengan kuasa itu pula manusia berpotensi untuk berbalik melawan Allah.
Dapatkan perlakuan Allah kepada manusia menjadi dasar kita memperlakukan anak, istri/suami kita??? Sebodoh apapun anak kita, senakal apapun perilakunya, secuek apapun suami kita, secerewet apapun istri kita, …. Mereka adalah Manusia. Mereka diperlakukan sangat istimewa oleh Allah……… akankah kita memperlakukan mereka dengan hina???
Salah seorang saudara sepupu saya memiliki anak “Down Syndrome”. Pada saat kumpul keluarga, anak itu selalu terlihat berbeda dari yang lain. Dengan usianya yang sudah cukup dewasa dia masih bertingkah sebagai anak-anak. Akan tetapi keluarganya selalu memperlakukan dia sama seperti yang lain. Dia diberikan pendidikan yang layak dan pantas. Setelah selesai training di sekolah khusus, dia diberikan tugas sebagaimana anak-anak yang lain dalam keluarga itu. Dan yang mengharukan saya adalah: ibunya dapat menemukan kelebihan anak ini. Ia berkata: “Dari semua anak-anak saya, dia adalah anak yang mempunyai hati penyayang dan bertanggung jawab”. Pada saat lebaran, dialah yang membantu membersihkan lantai, dan dialah anak yang selalu siap menyambut siapa saja yang baru pulang. Jika ada satu anggota yang belum pulang, dialah satu-satunya yang tahan menunggu di depan pintu, sampai semua ada di rumah.
Tidak seorangpun tidak berharga di mata Allah, hanya manusia yang membuat manusia lain seperti sampah. Dan itu adalah sikap kekejian yang kejam.
Apakah manusia sehingga dapat menghina manusia lain yang sudah dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat oleh Allah?
Pandanglah baik-baik dan dalam-dalam setiap anggota dalam keluarga anda. Renungkanlah apakah mereka sudah mendapatkan perlakuan, penghargaan dan pujian yang selayaknya mereka peroleh? Ataukah sebaliknya?